Usia perokok pemula atau bias dibilang remaja di Indonesia makin muda. Kondisi ini disebabkan dan diakibatkan tidak adanya peraturan perundangan yang melarang anak-anak merokok. Apalagi kalangan industri rokok gencar beriklan dengan sasaran utama kalangan remaja. Jika tidak segera diantisipasi, maka jumlah perokok di kalangan anak dan remaja akan meningkat pesat dalam beberapa tahun ke depan.
Demikian diungkapkan dokter spesialis paru Sita Andarini dari
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, saat diskusi mengenai dampak tembakau bagi remaja, Sabtu (7/6), di Gedung Rajawali Nusantara Indonesia, Jalan Denpasar Raya, Kuningan, Jakarta. Diskusi itu dihadiri para remaja dan guru dari sejumlah sekolah di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok dan Bekasi (Jabodetabek).
Sejauh ini, tembakau berada pada peringkat utama penyebab kematian yang dapat dicegah di dunia. Tembakau menyebabkan satu dari 10 kematian orang dewasa di seluruh dunia, dan mengakibatkan 5,4 juta kematian tahun 2006. Ini berarti rata-rata satu kematian setiap 6,5 detik. Kematian pada tahun 2020 akan mendekati dua kali jumlah kematian saat ini jika kebiasaan konsumsi rokok saat ini terus berlanjut.
Diperkirakan, pada beberapa tahun kemudian 900 juta (84 persen) perokok sedunia hidup di negara-negara berkembang atau transisi ekonomi termasuk di negara Indonesia. The Tobacco Atlas mencatat, ada lebih dari 10 juta batang rokok diisap setiap menit, tiap hari, di seluruh dunia oleh satu miliar laki-laki, dan 250 juta perempuan. Sebanyak 50 persen total konsumsi rokok dunia dimiliki China, Amerika Serikat, Rusia, Jepang dan Indonesia. Bila kondisi ini berlanjut, jumlah total rokok yang dihisap tiap tahun adalah 9.000 triliun rokok pada tahun 2025.
Di benua Asia, Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, Indonesia menempati urutan ketiga terbanyak jumlah perokok yang mencapai 146.860.000 jiwa. Namun, sampai saat ini Indonesia belum mempunyai Peraturan Perundangan untuk melarang anak merokok. Akibat tidak adanya aturan yang tegas, dalam penelitian di empat kota yaitu Bandung, Padang, Yogyakarta dan Malang pada tahun 2004, p revalensi perokok usia 5-9 tahun meningkat drastis dari 0,6 persen (tahun 1995) jadi 2,8 persen (2004).
Peningkatan prevalensi merokok tertinggi berada pada interval usia 15-19 tahun dari 13,7 persen jadi 24,2 persen atau naik 77 persen dari tahun 1995. Menurut Survei Global Tembakau di Kalangan Remaja pada 1.490 murid SMP di Jakarta tahun 1999, terdapat 46,7 persen siswa yang pernah merokok dan 19 persen di antaranya mencoba sebelum usia 10 tahun. "Remaja umumnya mulai merokok di usia remaja awal atau SMP," kata psikolog dari Fakultas Psikologi UI Dharmayati Utoyo Lubis.
Mayoritas remaja perokok menganggap merokok adalah lambang kedewasaan, kejantanan, percaya diri dan gengsi. Pada remaja kalangan sosial ekonomi bawah, merokok bisa menghilangkan kebosanan, menghindari stres di rumah, dan 80 persen mengatakan merokok sebagai kompensasi terhadap rasa rendah diri. Merokok pertama kali tidak enak, tetapi saat mengisap batang keempat, mereka kemudian dapat jadi perokok aktif dalam jangka panjang.
Ibu Dharmayati menambahkan, beberapa alasan remaja merokok adalah rasa ingin tahu, gampang mendapat rokok, kebiasaan dengan teman sebaya, adanya tekanan lingkungan agar sama, menunjukkan perlawanan, melepas stres karena masalah di rumah dan sekolah, yakin berhenti merokok itu gampang, meremehkan risiko kesehatan. Perilaku merokok pada remaja akan meningkat jika orangtua atau keluarga merokok, anak mengira orangtua tidak peduli atau malah mendukung, teman-teman merokok, tak percaya bahwa merokok berbahaya bagi kesehatan .
Maka dari itu, ibu Dharmayati mengatakan edukasi perlu diberikan pada anak-anak usia sekolah. "Edukasi jangan hanya fokus ke dampak jangka panjang atau berbagai penyakit, tapi terutama ke dampak jangka pendek seperti merokok sama dengan membakar uang, calon pacar tak suka karena bau, kenapa mau dibodohi iklan, dan pakai remaja seusia," ujarnya menegaskan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar